Featured

Headlines

Malu Dengan Daerah Lain

Meski meraih medali emas, atlet Kalimantan Timur (Kaltim) di ajang internasional seperti tak dihargai, pihak terkait seakan tutup mata. Berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia.

Ketua Komisi Pelatih Persatuan Gulat Seluruh Indonesia (PGSI) Kalimantan Timur, Badriansyah, juga menyoroti minimnya apresiasi terhadap atlet gulat Kaltim, yang telah mengharumkan nama daerah dan Indonesia di ajang internasional, khususnya SEA Games 2025.

Badriansyah mengungkapkan, hingga kini belum ada kejelasan terkait bonus dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kalimantan Timur, bagi atlet gulat peraih medali. Yang diberikan sejauh ini bukanlah bonus, melainkan sekadar tali asih.

“Kalau bonus dari KONI sampai sekarang belum ada. Yang ada itu namanya tali asih, bukan bonus,” kata Badriansyah saat diwawancarai melalui telepon, Selasa (23/12/2025).

Ia membandingkan kondisi tersebut dengan daerah lain yang dinilainya jauh lebih menghargai atlet berprestasi. Menurut dia, di sejumlah provinsi, atlet yang pulang dari ajang internasional disambut secara resmi oleh KONI maupun pemerintah daerah.

“Daerah lain itu ada penyambutan. Atlet datang dihargai. Apalagi ini emas satu-satunya dari Kalimantan Timur di SEA Games. Jujur saja, kami malu dengan daerah lain,” ujarnya.

Badriansyah menyebutkan, atlet gulat Kaltim yang berlaga di SEA Games berhasil menyumbangkan satu medali emas, dua perak, dan satu perunggu. Namun, pencapaian tersebut dinilainya tidak mendapat penghargaan yang layak.

“Ada rasa sakit hati dan kecewa. Mereka ini patriot olahraga, pulang dari medan perjuangan, tapi seperti tidak dihargai,” katanya.

Kritik tersebut bukan untuk menjatuhkan nama daerah, melainkan agar pemerintah dan pemangku kebijakan membuka mata terhadap kontribusi atlet gulat. Badriansyah bahkan membandingkan dengan penyambutan atlet dari daerah lain yang disambut meriah, meski hanya meraih medali perak.

Baca Juga:  Perda BUMD Masih 'JADUL'

“Dari Padang saja, peraih perak diarak dan disambut. Gubernurnya hadir langsung. Itu membuat saya merinding. Sementara di Kalimantan Timur, atlet yang mengibarkan Merah Putih di negeri orang justru seperti tak punya harga,” ujar dia.

Badriansyah menekankan bahwa cabang olahraga gulat telah konsisten menyumbangkan medali bagi Kalimantan Timur sejak 1997 hingga sekarang, tanpa pernah absen di ajang nasional maupun internasional, termasuk SEA Games.

“Gulat ini selalu berkontribusi. Selalu menyumbangkan medali untuk Kaltim dan Indonesia. Tapi sampai sekarang, penghargaan itu belum pernah benar-benar dirasakan,” katanya.

Ia berharap ke depan KONI Kaltim dan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kaltim dapat memberikan perhatian lebih, tidak hanya dalam bentuk bonus, tetapi juga penghargaan, pembinaan, serta fasilitas yang memadai.

“Bukan cuma soal uang. Penghargaan itu juga penting. Gubernur harus tahu, gulat adalah cabang unggulan Kalimantan Timur, bahkan salah satu yang terbaik di Indonesia,” ujar Badriansyah.

Menurut dia, pembinaan atlet gulat selama ini kerap berjalan dengan keterbatasan fasilitas, meski prestasi terus dihasilkan. Ia menilai ada ketimpangan perhatian dibandingkan dengan cabang olahraga lain yang fasilitasnya lengkap, tetapi minim prestasi.

“Gulat dengan atlet yang sedikit bisa berprestasi. Sementara ada cabor lain yang gedungnya megah, akademinya banyak, tapi prestasinya tidak ada. Ini yang perlu dievaluasi,” katanya.

Badriansyah berharap pemerintah daerah dapat memberikan wadah pembinaan yang lebih serius bagi gulat, terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi atlet.“Tolong perhatiannya, baik untuk cabornya maupun atletnya. Karena mereka ini pejuang yang mengharumkan Merah Putih lewat olahraga,” pungkasnya.

Sebelumnya, Atlet gulat asal Kalimantan Timur, Aliansyah, peraih medali emas SEA Games Thailand 2025, menyuarakan kekecewaannya terhadap minimnya apresiasi dan perhatian dari pemangku kepentingan olahraga di daerahnya, khususnya Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Baca Juga:  Bakal Cek di Badan Pertanahan

Aliansyah meraih emas pada kelas 67 kilogram gaya Greco-Roman di SEA Games Thailand 2025. Medali tersebut menjadi emas ketiganya sepanjang keikutsertaan di ajang olahraga terbesar Asia Tenggara itu. Dari enam kali tampil di SEA Games, dua di antaranya diraih pada nomor yang sama. Emas pertamanya ia persembahkan pada SEA Games 2011 di nomor 60 kilogram gaya Greco-Roman.

“Setiap SEA Games saya selalu menyumbangkan medali untuk Kaltim. Tapi jujur saya kecewa,” kata Aliansyah saat diwawancarai melalui sambungan telepon, Selasa (23/12/2025).

Ia mengaku beberapa kali menolak diekspos oleh KONI ketika meraih prestasi. Menurutnya, perhatian sering kali baru datang saat atlet sudah berada di puncak prestasi, bukan sejak proses pembinaan.

“Kenapa setelah berprestasi baru mau diambil? Atlet junior juga bisa kena imbasnya. Kami ini hanya latihan, tidak tahu apa-apa soal urusan lain. Kalau tidak ada atlet berprestasi, pemberitaan juga tidak jalan,” ujarnya.

Aliansyah menilai apresiasi terhadap atlet belum dilakukan secara merata antar cabang olahraga. Ia berharap tidak ada perlakuan pilih kasih dalam memberikan penghargaan dan perhatian.

“Jangan hanya karena sepak bola atau cabor tertentu yang disukai saja baru diberi apresiasi. Sekarang saya pulang membawa emas, tapi tidak ada kabar apa-apa,” katanya.

Ia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap pengurus yang dinilainya kurang hadir secara emosional bagi atlet. Menurut Aliansyah, penghargaan bukan semata soal materi, melainkan kepedulian dan kehadiran.

“Bukan soal uang. Ketua KONI datang foto lalu pulang. Harusnya disambut, ditanya, dilihat perjuangannya. Di daerah lain, ketua KONI datang, memberi perhatian, itu yang kami rasakan,” ujarnya. (rahmat/arie)

Leave Comment

Related Posts