Penarikan kendaraan dinas milik Pemprov Kaltim, masih terkendala. Ada puluhan kendaraan belum kembali. Persoalan utama banyak yang mau mengambil alih.
Penertiban kendaraan dinas milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim), masih belum selesai seluruhnya. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim, Ahmad Muzakkir, menjelaskan bahwa dari total 99 kendaraan yang harus ditarik dari para mantan pejabat dan pegawai, kini masih tersisa 54 unit yang belum kembali
Menurutnya, angka itu bukan sekadar jumlah, tetapi sekaligus menggambarkan kompleksitas persoalan aset daerah yang selama bertahun-tahun tak sepenuhnya terpantau dengan baik.
“Data awal BPKAD menunjukkan terdapat 99 kendaraan dinas yang berada di luar penguasaan pemerintah. Setelah penarikan tahap pertama, jumlah itu turun menjadi 86 unit,” terang dia.
Namun setelah beberapa bulan berjalan, progres penarikan berjalan lambat. Saat ini masih tersisa 54 unit yang belum kembali dan tersebar di 12 perangkat daerah. Ia menyebut, seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait sudah diminta melakukan pendataan ulang dan pelacakan lebih rinci terhadap para pengguna lama kendaraan tersebut.
Menurut Muzakkir, penyebab utama lambatnya proses penarikan bukan sekadar soal teknis, melainkan persoalan pemahaman. Banyak mantan pengguna kendaraan dinas yang masih menganggap mekanisme lama, yang memperbolehkan pembelian atau pengambilalihan kendaraan melalui skema cicilan yang masih dapat dilakukan.
“Sejak awal pengguna itu tidak memahami bahwa kendaraan tidak bisa didom lagi. Dulu memang bisa didom, dibeli secara langsung dengan cara mencicil. Tapi sekarang mekanismenya sudah berubah total,” ujarnya.
Ia menegaskan, bahwa regulasi pengelolaan barang milik daerah telah berganti, dan tidak ada lagi mekanisme pembelian langsung atau pengalihan barang tanpa lelang. Mekanisme baru mensyaratkan seluruh proses pengalihan harus dilakukan melalui usulan resmi SKPD kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), kemudian dilakukan penilaian nilai aset, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.
“Lelang dilakukan secara terbuka sehingga siapa pun dapat berpartisipasi, termasuk mantan pengguna kendaraan, selama sesuai dengan prosedur,” kata dia.
Muzakkir menekankan bahwa pemerintah tidak bisa dan tidak boleh menyerahkan kendaraan dinas tanpa mekanisme lelang tersebut. Ia menambahkan, masih ada pengguna lama yang merasa berhak memiliki kendaraan karena merasa telah memberikan kontribusi besar kepada daerah.
“Ada yang merasa karena sudah berjasa, maka ia layak menerima kendaraan itu. Padahal tidak bisa begitu. Aturannya tidak demikian,” sebutnya.
Selain persoalan pemahaman, kondisi fisik kendaraan juga menjadi masalah tersendiri. Dari 54 kendaraan yang tersisa, sebagian besar merupakan kendaraan lama yang diproduksi pada tahun 1993 hingga 2013. Beberapa kendaraan bahkan sudah tidak bisa beroperasi lagi karena rusak berat dan tidak pernah dirawat secara memadai setelah tidak lagi digunakan.
Hal inilah yang membuat proses penarikan menjadi lebih rumit karena beberapa kendaraan harus dijemput langsung oleh petugas SKPD atau BPKAD, dan tidak jarang lokasinya sudah tidak jelas.
Muzakkir mengungkapkan, bahwa ada kendaraan yang sulit ditemukan karena pengguna lamanya telah pindah alamat tanpa memberikan keterangan kepada SKPD. Ada pula kendaraan yang kini dikuasai oleh ahli waris pengguna yang telah meninggal dunia.
“Misalnya ada satu kasus di DKP, kendaraan masih dipegang keluarga pengguna yang baru meninggal. Ini yang kami minta SKPD tindak lanjuti,” ucapnya.
Menurutnya, SKPD wajib menelusuri keberadaan kendaraan tersebut dan memastikan proses pengembalian atau legalisasi aset berjalan sesuai aturan.
Untuk mempercepat penertiban, BPKAD telah mengirimkan surat peringatan kedua pada 18 November kepada seluruh SKPD. Surat ini meminta agar penarikan kendaraan segera diselesaikan dan dilaporkan kembali kepada BPKAD.
“Jika dalam waktu dekat tidak ada perkembangan signifikan, BPKAD akan melibatkan Satpol PP untuk membantu proses penertiban,” imbuhnya.
Muzakkir menegaskan, bahwa kendaraan dinas merupakan aset yang melekat pada SKPD, sehingga penarikan bukan hanya kewajiban BPKAD, tetapi juga tanggung jawab penuh kepala SKPD.
“Barang itu melekat pada SKPD, bukan pada BPKAD. Jadi tanggung jawab ada pada kepala SKPD masing-masing,”tegasnya.
Di tengah persoalan penertiban ini, Muzakkir juga menegaskan bahwa Pemprov Kaltim tidak memiliki rencana untuk membeli kendaraan dinas baru. Ia sendiri sejak 2020 menggunakan kendaraan operasional yang dialihkan menjadi kendaraan jabatan dan tidak pernah meminta pengadaan kendaraan baru.
“Saya sampai sekarang menggunakan kendaraan yang sudah ada. Sejak 2020 saya berkomitmen tidak ingin membeli kendaraan baru,” bebernya.
Ia berharap penertiban 54 kendaraan tersisa dapat segera selesai, agar proses pencatatan aset daerah semakin tertib. Muzakkir bilang, penertiban ini bukan hanya soal mengembalikan kendaraan fisik, tetapi juga memastikan seluruh aset pemerintah tercatat, terlindungi, dan dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan daerah.
Dengan kepatuhan seluruh SKPD, ia yakin masalah penertiban kendaraan dinas yang telah bertahun-tahun terbengkalai bisa tuntas secara bertahap. (Mayang/ARIE)













