Pengembang area galian yang diduga di lokasi Grand City Balikpapan, bisa terancam kena hukum berlapis. Pasca meninggalnya 6 anak di kubangan. Tak hanya pidana, melainkan perdata dan administrasi.
Akademisi hukum di Balikpapan menyoroti kasus tenggelamnya enam anak di kolam bekas yang diduga galian proyek perumahan Grand City Balikpapan, membuka potensi jerat hukum berlapis bagi pengembang Sinarmas Land.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Balikpapan, Rinto, S.H., M.H., menguraikan bahwa developer berpotensi menghadapi tuntutan pidana, gugatan perdata, sekaligus sanksi administratif apabila unsur kelalaian terbukti dalam kasus ini.
Akademisi hukum ini menilai kondisi area galian berisi air tanpa pagar pembatas sebagai bentuk kelalaian (culpa) berat. “Setiap kegiatan konstruksi wajib mengutamakan keselamatan publik. Jika pengembang mengabaikan standar keamanan, maka pertanggungjawaban pidana tidak bisa dihindari,” tegas Rinto, Kamis (20/11/2025).
Menurutnya, praktik meninggalkan area berbahaya tanpa pengamanan memadai mencerminkan kelemahan manajemen risiko developer. Kawasan hunian moderen seperti Grand City seharusnya tidak mengabaikan standar keselamatan dasar, apalagi galian berukuran besar yang dapat mengancam nyawa.
Rinto mengidentifikasi beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat diterapkan penyidik terhadap kasus ini, yakni Pasal 359 KUHP mengatur kelalaian menyebabkan kematian dengan ancaman penjara lima tahun.
Selanjutnya Pasal 360 KUHP menjerat kelalaian yang berakibat luka berat atau kondisi mengancam nyawa. Sementara Pasal 361 KUHP memberatkan hukuman bila kelalaian terjadi dalam pelaksanaan jabatan atau pekerjaan.
Menurut Rinto, hal yang menarik adalah tidak hanya individu penanggung jawab proyek yang dapat dijerat. Perusahaan atau korporasi developer sendiri dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.
“Sinarmas Land tidak hanya bertanggung jawab secara administratif, namun bertanggung jawab secara pidana sebagai korporasi jika unsur kelalaian terbukti,” jelas Rinto.
Apabila terbukti bersalah, kata Rinto, korporasi dapat menghadapi berbagai sanksi berat. Mulai dari denda dalam jumlah besar, penghentian seluruh kegiatan proyek, hingga pencabutan izin operasional. “Hukum tidak boleh tumpul ke perusahaan besar,” tegasnya.
Sementara di jalur perdata, Rinto menegaskan bahwa setiap keluarga korban memiliki hak penuh menuntut ganti rugi atas kehilangan anak mereka. Berdasarkan Pasal 1365 dan 1370 KUHPerdata, kompensasi tidak terbatas pada kerugian materiil saja.
“Ganti rugi bukan hanya materiil, tetapi juga immateriil atas penderitaan keluarga,” jelasnya. Penderitaan psikologis dan kehilangan masa depan anak-anak juga menjadi dasar tuntutan ganti kerugian immaterial yang dapat diajukan.
Selain itu, Organisasi Perangkat Daerah terkait juga memiliki landasan kuat menjatuhkan berbagai sanksi administratif, antara lain: Penghentian sementara seluruh kegiatan proyek, Kewajiban melakukan pemulihan lingkungan, Pembekuan atau pencabutan izin lingkungan, dan Sanksi terkait pelanggaran site plan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) konstruksi
Rinto menilai kelalaian dalam kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan keselamatan dalam operasional proyek perumahan skala besar.
Akademisi Hukum ini pun mendesak pemerintah kota dan kepolisian mengambil langkah konkret yakni menindak tegas developer, melakukan audit keselamatan menyeluruh pada seluruh proyek perumahan di Balikpapan, dan memastikan tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang.
“Hukum harus hadir untuk memberikan kepastian dan perlindungan bagi masyarakat. Apalagi korban adalah anak-anak,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya Pasca insiden tenggelamnya enam anak di kubangan bekas galian yang berlokasi di kilometer 8, Batu Ampar, Balikpapan Utara pada Senin (17/11/2025) petang. Publik sempat menduga area tersebut masih masuk wilayah perumahan Grand City Balikpapan.
Menanggapi hal tersebut, manajemen Grand City Balikpapan mengklarifikasi informasi terkait peristiwa tenggelamnya enam anak dan ditemukan tidak bernyawa tersebut.
“Lokasi kejadian berada di luar kawasan Grand City Balikpapan,” tegas Land Bank & Permit Department Head Grand City, Piratno dalam keterangannya resmi tertulis yang diterima Nomorsatukaltim, pada Selasa (18/11/2025).
Berdasarkan informasi dari Polresta Balikpapan dan Basarnas Balikpapan, lokasi kejadian berada di Kubangan Kilometer 8, Balikpapan Utara. Dimana area tersebut berbatasan langsung dengan Grand City Balikpapan, namun pihaknya menegaskan tidak termasuk dalam area pengembangan perusahaan.
Piratno menyampaikan bahwa dari pihak manajemen Grand City Balikpapan mengungkapkan rasa duka cita yang mendalam atas peristiwa tersebut. Pihaknya sangat berempati kepada keluarga korban atas kehilangan yang amat berat ini.
“Kami mengajak semua pihak, baik pengembang, pemerintah lokal, dan masyarakat untuk memperkuat upaya edukasi terhadap keselamatan anak-anak, khususnya di area kubangan air,” ujar Piratno.
Dia menekankan pengawasan orang tua dan warga sangat penting demi mencegah terjadinya risiko kecelakaan serupa di kemudian hari.
“Manajemen Grand City turut berbelasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga korban dan berdoa agar mereka diberi kekuatan dalam menghadapi musibah ini,” pungkasnya.(Chandra/arie)













