Featured

Headlines

Kematian Upin Misterius

Pesut Mahakam, populasinya kian mengkhawatirkan, ditambah lagi belum lama ini ada yang ditemukan mati. Namanya, Upin, penyebab kematian masih misteri.

Pesut Mahakam jantan bernama Upin ditemukan mati di perairan Dusun Kuyung, Desa Sebemban, Kecamatan Muara Wis, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu, 5 November 2025 lalu. Penemuan ini kembali menjadi kabar duka bagi upaya konservasi satwa endemik Sungai Mahakam yang kini berstatus kritis.

“Ya benar, ada satu lagi yang mati,” ujar Danielle Kreb, peneliti Yayasan Konservasi RASI, saat dikonfirmasi, Minggu, 9 November 2025.

Untuk diketahui, sekira pukul 07.00 Wita, warga Dusun Kuyung menemukan seekor pesut Mahakam terdampar di tepi sungai tampak tak bergerak. Temuan itu segera dilaporkan kepada tim pantau dari Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia). Tim RASI bersama Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak Wilayah Kerja Mahakam Hulu langsung menuju lokasi untuk melakukan penanganan cepat.

“Sesampainya di lokasi, tim mendapati bangkai pesut tersangkut di keramba milik warga. Tim kemudian melakukan pengukuran morfometrik dan analisis kondisi tubuh,” jelasnya.
Hasil awal menunjukkan pesut tersebut berjenis kelamin jantan, dengan panjang tubuh 174 sentimeter dan berat sekitar 104 kilogram. Setelah proses dokumentasi dan pengambilan data, bangkai dievakuasi ke Stasiun Pengamatan Pesut RASI di Desa Sangkuliman untuk dilakukan nekropsi oleh dokter hewan, dengan dukungan tim BPSPL Pontianak serta Pokdarwis 3B Desa Pela. Adapun, Proses nekropsi dimulai sekitar pukul 14.25 Wita.

“Dari identifikasi, diketahui bahwa individu tersebut bernama Upin, pesut jantan yang lahir pada Juli 2022. Sampel organ tubuh diambil untuk diuji di laboratorium guna mengetahui penyebab kematian,” bebernya.
Menurut Danielle, BPSPL Pontianak adalah tim pertama yang tiba di lokasi untuk mengamankan bangkai pesut. “Kami baru menangani setelah bangkai diantar ke stasiun RASI untuk proses nekropsi. Dokumentasi lebih lengkap ada di pihak BPSPL karena mereka yang melakukan penanganan awal,” terang dia.
Ia menambahkan bahwa foto-foto hasil nekropsi tidak dapat dipublikasikan karena bersifat sensitif.

“Kondisinya penuh darah, jadi tidak etis untuk disebarkan. Tapi semua proses kami lakukan sesuai protokol konservasi,”katanya.
Danielle menyebut, kematian Upin menjadi pengingat bahwa tekanan terhadap habitat pesut Mahakam kini semakin berat. “Ancaman bukan hanya dari jaring ikan, tetapi juga dari aktivitas kapal batu bara, pencemaran, dan perubahan kualitas air di Mahakam,”ujarnya.
Berdasarkan catatan Yayasan RASI menunjukkan, sepanjang 1995–2022 rata-rata terdapat 2–4 ekor pesut Mahakam mati setiap tahun. Sekitar 70 persen kematian disebabkan oleh jeratan rengge atau jaring tradisional, 9 persen karena tabrakan kapal, dan 7 persen akibat paparan limbah dan bahan kimia berbahaya.

Baca Juga:  Independensi Dipertanyakan

Kini, ancaman terhadap habitat pesut Mahakam meningkat pesat. Aktivitas kapal pengangkut batu bara, limbah industri, dan praktik illegal fishing terus mempersempit ruang hidup satwa dilindungi ini.
Danielle menyebut, data terbaru Yayasan RASI 2025, populasi pesut Mahakam hanya tersisa sekitar 60 individu. Dengan kematian Upin, jumlah itu kini berkurang menjadi 59 ekor saja. Namun, dari penuturan penggiat RASI lain di postingan Instagram mengungkapkan, bahwa sepanjang 2025, terdapat 7 kelahiran baru dari mamalia ini.

“Sepanjang 2025, ada 7 kelahiran bayi pesut. Tapi 2 mati,” ungkap yayasan RASI dalam komentar postingan itu belum lama ini.
Meski ada kelahiran, Namun peristiwa kematian ini menempatkan pesut Mahakam sebagai salah satu populasi cetacea paling terancam punah di dunia, yang terdiri dari kelompok mamalia air yang mencakup paus, lumba-lumba, dan pesut.
Dalam setiap kasus seperti ini, Kata Danielle, koordinasi lintas lembaga menjadi kunci. Selain tim BPSPL Pontianak dan RASI, proses evakuasi bangkai Upin juga melibatkan Pokdarwis 3B Desa Pela, kelompok sadar wisata yang selama ini aktif membantu kegiatan konservasi di kawasan pesut.

“Pokdarwis Pela memang sudah lama terlibat dalam pelestarian pesut. Mereka aktif mengelola sampah, menanam pohon di sempadan sungai, hingga membantu tim nekropsi setiap kali ada laporan pesut mati,” ucapnya.

“Sinergi seperti ini penting agar upaya konservasi tidak berhenti di level lembaga saja, tapi tumbuh di masyarakat,” sambungnya.
Yayasan RASI pun mengimbau masyarakat yang menemukan pesut, baik hidup maupun mati, untuk segera menghubungi hotline RASI atau BPSPL Pontianak di nomor 0811-5747-701.

“Hotline itu bukan sekadar nomor pengaduan. Kami berharap masyarakat segera menghubungi jika melihat pesut terdampar, terluka, atau tersangkut jaring. Setiap menit sangat berharga untuk menyelamatkan nyawa mereka,” tuturnya.
Sementara itu, kasus pesut tertangkap jaring nelayan kini menurun berkat berbagai program kerja sama dengan komunitas pesisir.

Baca Juga:  Bakal Cek di Badan Pertanahan

Pesut Mahakam yang saat ini berstatus Kritis (Critically Endangered) dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Populasi mereka terus menurun akibat kombinasi ancaman manusia dan faktor biologis alami, meski berbagai upaya konservasi terus dilakukan.

Proses reproduksi pesut juga menjadi faktor lambatnya pemulihan populasi. Pesut baru mencapai kematangan seksual pada usia 3-6 tahun, dengan masa kehamilan 9-14 bulan dan hanya melahirkan satu anak setiap tiga tahun. Kondisi ini membuat setiap kematian individu berdampak besar terhadap keberlangsungan populasi di Sungai Mahakam.

“Pengembangbiakan pesut memang tidak dapat dipercepat, karena siklus reproduksinya yang panjang dengan interval kelahiran 1 bayi pada rata-rata 3,5 tahun per induk,” ungkapnya.

“Upaya pengembangbiakan pesut di luar habitat aslinya terbukti sangat sulit karena hewan mamalia air ini mudah mengalami stres. Dari lebih dari 22 ekor pesut yang pernah dicoba dikembangbiakkan di luar habitat alaminya, tidak ada yang berhasil tumbuh lebih cepat dibandingkan di alam, bahkan justru berdampak buruk pada populasi yang tersisa,” jelas yayasan RASI.

Usia pesut di penangkaran juga jauh lebih pendek, pesut terakhir yang dipelihara di Ancol hanya bertahan lima tahun, padahal di alam liar dapat hidup hingga 50 tahun jika sehat. Karena itu, fokus utama kini bukan lagi mempercepat pembiakan, melainkan memastikan habitat pesut tetap aman dan sehat.

Peningkatan kualitas lingkungan dilakukan bersama berbagai pihak untuk menjaga kelestarian pesut dan satwa langka lainnya, termasuk ikan yang menjadi sumber makanan bagi pesut dan manusia.

Tak hanya itu, Upaya yang lebih efektif adalah mengurangi stres akibat kebisingan kapal, memperkuat penegakan hukum terhadap praktik penyetruman dan peracunan ikan, serta menelusuri sumber limbah logam berat.

“Warga juga diimbau tidak membuang plastik ke sungai, mengingat mikroplastik telah ditemukan di lambung dan usus pesut yang dapat menghambat penyerapan nutrisi,” pungkas Danielle. (Mayang/ARIE)

Leave Comment

Related Posts