Featured

Headlines

Korban Lapor, Pelaku Mengancam

Beli tanah kaveling perlu waspada, status tanah tentunya perlu jadi perhatian utama. Di Balikpapan, ratusan orang diduga jadi korban penipuan jual beli tanah, bahkan yang melapor disebut mendapat intimidasi dari pelaku.

Kasus dugaan penipuan penjualan tanah kapling di Balikpapan, membuat puluhan orang datang berbondong-bondong ke Polda Kalimantan Timur untuk melaporkan. Laporan pertama dilakukan oleh sebanyak 78 warga, pada tanggal 9 Desember 2025. Lalu disusul 53 orang yang melaporkan dugaan penipuan ini pada Selasa (16/12/2025).

Salah seorang Kuasa Hukum korban, Sultan Akbar Pahlevi, mengungkapkan perkembangan terbaru terkait jumlah korban yang terus bertambah. Dalam keterangannya, tercatat 53 orang korban baru yang memberikan kuasa dan membuat laporan di Polda Kaltim.

“Untuk pembaruan terbarunya, jumlah korban bertambah 53 orang lagi,” ungkap Sultan, dikonfirmasi Rabu (17/12/2025).

Total keseluruhan korban yang sudah mengadukan dan memperoleh pendampingan hukum kini mencapai 131 orang. Sultan menjelaskan, bahwa korban-korban tersebut baru masuk ke timnya dan memberikan kuasa pada hari yang sama dengan pembuatan laporan.

Adapun untuk nilai kerugian yang dialami para korban pum juga mencapai angka fantastis. “Dengan jumlah total kerugian sekitar Rp4,3 miliar,” kata Sultan.

Namun, ia menegaskan bahwa angka tersebut belum final karena masih banyak korban lain yang belum terhimpun datanya.

Permasalahan tidak hanya terletak pada dugaan penipuan, tetapi juga status lahan yang diperjualbelikan. Berdasarkan informasi yang diperoleh tim kuasa hukum, beberapa wilayah lokasi kaveling berada di kawasan zona hijau. Kondisi ini menambah problematika kasus yang sedang ditangani.

Sultan menyatakan bahwa lahan yang dijual problematik, mulai dari tata cara penjualannya hingga status tanahnya. “Sehingga bisa dikatakan bahwa lahan ini sungguh-sungguh problematik, mulai dari tata cara penjualannya hingga terkait status tanahnya yang, mohon maaf, tentu tidak bisa dijadikan kawasan permukiman,” jelasnya.

Para pembeli tanah juga memiliki berbagai tujuan dalam transaksi tersebut. Masyarakat yang membeli tanah ada yang bersiap untuk investasi ataupun digunakan sebagai tempat tinggal. Namun, status zona hijau pada lahan tersebut akan mempersulit masyarakat ketika hendak mengubahnya menjadi tanah permukiman.

Terkait pasal yang digunakan dalam proses hukum, Sultan menjelaskan bahwa timnya masih menggunakan Pasal 372 atau Pasal 378 KUHP. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang penipuan atau penggelapan, dan tetap dengan pemberatan.

Sultan menambahkan bahwa untuk variabel tambahan terkait wilayah zona hijau, pihaknya menunggu hasil penyidikan. Dan meyakini, penyidik memiliki data yang lebih valid untuk memverifikasi informasi tersebut.

Baca Juga:  Sudah Dipetakan, BPBD Kendala Alat

Korban-korban yang terdampak tidak hanya berasal dari satu lokasi. Sultan menyebutkan ada tambahan korban dari kaveling di wilayah lain yang juga akan ditindaklanjuti dalam penanganan kasus ini.

Seluruh masyarakat yang merasa dirugikan dengan permasalahan kaveling di wilayah Kilometer 8 Balikpapan untuk menghubungi timnya. Tim kuasa hukum juga membuka berbagai saluran komunikasi bagi korban.

“Bisa juga melalui DM maupun Facebook, silakan, kami akan membantu mengakomodirnya,” kata Sultan. Bahwa pendampingan yang diberikan tidak dipungut biaya sedikit pun.

Sultan menyampaikan bahwa bantuan hukum yang diberikan murni merupakan bentuk kontribusi sebagai pemuda dari KNPI Kota Balikpapan. “Murni ini merupakan bentuk kontribusi kami sebagai pemuda dari KNPI Kota Balikpapan untuk masyarakat yang terdampak oleh praktik-praktik mafia tanah,” tegasnya.

Sementara menurut informasi yang dihimpun, dugaan penipuan ini melibatkan terlapor berinisial CA, sebagai pihak developer yang diduga melakukan praktik penjualan tanah kaveling secara tidak sah.

Terpisah, Polda Kaltim juga membuka pintu bagi korban lain yang ingin melaporkan kerugian mereka dalam kasus ini. Seiring dengan berkembang dengan bertambahnya jumlah korban, Kabid Humas Polda Kalimantan Timur, Kombes Pol Yuliyanto pun mengimbau masyarakat yang merasa dirugikan untuk segera melaporkan kasus ini guna dilakukan penyelidikan lebih lanjut.

Pihaknya membenarkan adanya dugaan penipuan penjualan lahan kaveling yang ramai dibicarakan di media sosial. “Saya membaca beberapa unggahan di Instagram terkait dugaan penipuan penjualan lahan kaveling di Balikpapan,” ujar Kombes Pol Yuliyanto.

Pihak kepolisian membuka kesempatan bagi korban untuk melaporkan kasus ini baik ke Polda maupun Polres setempat. Yuliyanto menegaskan, bahwa setiap laporan yang masuk akan didalami untuk memastikan apakah kasus ini memenuhi unsur-unsur tindak pidana.

Apabila unsur pidana terpenuhi, pihak kepolisian akan menindaklanjuti dengan penegakan hukum atau melalui mekanisme restorative justice.

KORBAN DIINTIMIDASI

Para korban kasus dugaan penipuan transaksi jual beli tanah kaveling di kawasan Karang Joang, Balikpapan Utara, mengaku menerima pesan suara WhatsApp, yang berisi ancaman kepada pembeli yang mempertanyakan hak mereka.

Salah seorang tim kuasa hukum korban, Zaludin, mengungkapkan bahwa pihaknya akan melaporkan tindak pidana pencucian uang, jika pihak terlapor tak menunjukkan itikad baik menyelesaikan permasalahan.

Alih-alih mendapatkan pengembalian uang atau penjelasan atas permasalahan yang terjadi, para pembeli justru dihadapkan pada ancaman akan dicari dan diproses secara hukum.

Baca Juga:  Gagalkan 41 Sertifikat Laut

“Beberapa korban mendapatkan intimidasi, bahkan diancam akan dicari dan akan diproseskan, ataupun dilakukan kriminalisasi terhadap korban-korban,” ungkap Zaludin saat ditemui media, Rabu (17/12/2025).

Tim kuasa hukum mengklaim telah mengumpulkan bukti berupa voice note yang disebarkan melalui WhatsApp. Isi pesan tersebut menurutnya secara eksplisit menyebutkan bahwa pembeli yang berani melaporkan atau menuntut haknya akan menghadapi kriminalisasi.

Zaludin menjelaskan substansi ancaman dalam rekaman suara tersebut cukup serius dan terstruktur. “Ancamannya mereka mengatakan, ‘Awas ya, kami sudah menaruh orang-orang di segala lini untuk mencari siapa-siapa yang akan memperkarakan kami.’ Kurang lebih bahasanya seperti itu,” papar Zaludin.

Munculnya intimidasi ini justru memperkuat keyakinan tim pengacara bahwa telah terjadi tindak pidana dalam transaksi tanah kaveling tersebut. Para pembeli awalnya hanya mengharapkan pemenuhan hak mereka, namun respons yang diterima malah berupa ancaman.

Merespons sikap yang dinilai tidak kooperatif dari pihak terlapor, Zaludin mengisyaratkan akan mengambil langkah hukum tambahan. Salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan adalah melaporkan dugaan tindak pidana pencucian uang, yang hingga kini belum dimasukkan dalam berkas perkara.

“Salah satunya, tindak pidana pencucian uang itu belum kami masukkan, dengan harapan kami uji dulu apakah ini memang ada tindak pidana atau tidak,” ujar Zaludin.

Tim kuasa hukum sengaja menahan laporan tersebut sebagai bentuk kesempatan bagi terlapor untuk menyelesaikan masalah secara baik-baik. Pelaporan tahap kedua yang telah dilakukan merupakan langkah untuk memverifikasi kebenaran klarifikasi yang disampaikan pihak terlapor.

“Ketika mereka bersikap menyulitkan, ataupun tidak memberikan itikad baik, maka secara tidak langsung kami akan mempertimbangkan upaya-upaya hukum lain untuk dilakukan,” tegasnya.

Zaludin mengungkapkan bahwa masih ada pembeli yang belum menghubungi KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Balikpapan dan memilih mencoba berkomunikasi langsung dengan penjual untuk meminta pengembalian dana atau penjelasan. Namun, upaya tersebut justru berujung pada intimidasi, bukan solusi.

“Orang-orang tersebut masih menghubungi pelaku, meminta untuk direfund atau meminta kejelasan dan lain sebagainya,” pungkas Zaludin.

Menurut informasi yang dihimpun, transaksi penjualan kaveling ini telah berlangsung sejak 2017 hingga 2024 ini dilaporkan lantaran sertifikat yang tidak kunjung terbit, praktik penjualan ganda pada kaveling yang sama, perubahan site plan tanpa pemberitahuan, hingga indikasi sebagian lahan masuk dalam kawasan ruang terbuka hijau (RTH) yang seharusnya tidak boleh diperjualbelikan. (Chandra/ARIE)

Leave Comment

Related Posts