Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) menegaskan perannya sebagai garda depan pengamanan aset negara setelah berhasil menuntaskan dua perkara besar sepanjang 2025. Nilainya tidak main-main.
Penyelamatan aset Pertamina Hulu Indonesia (PHI) senilai Rp1,25 triliun dan pembatalan 41 sertifikat wilayah laut bermasalah di Balikpapan, dilakukan oleh Kejati Kaltim.
Kepala Kejati Kaltim, Supardi menyebut, kedua capaian ini sebagai pekerjaan besar yang tertunda bertahun-tahun tetapi akhirnya dapat diselesaikan berkat koordinasi lintas instansi dan penindakan yang agresif.
“Kami berhasil mengamankan kembali aset negara berupa 41 bidang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan laut di bibir pantai Kecamatan Balikpapan Kota. Ini bukan sekadar nilai triliunan. Kalau tidak kita selamatkan, negara bisa kehilangan aset energi dan wilayah laut strategis. Dampaknya ke depan akan sangat besar,” ujar Supardi dalam konferensi pers di Samarinda.
Kasus terbesar yang diselesaikan adalah pengembalian lahan PHI seluas 64 hektare di kawasan Under Mahakam, Sanga-Sanga. Lahan ini selama bertahun-tahun beralih menjadi hak milik pribadi dan dikuasai secara tidak sah, padahal di atasnya berdiri fasilitas vital industri migas.
Supardi menguraikan, nilai tanah tersebut mencapai Rp 21,5 miliar, namun nilai fasilitas produksi berupa sumur minyak dan sarana pendukungnya mencapai Rp1,25 triliun. Selain itu, kawasan tersebut menyimpan potensi produksi minyak hingga Rp480 miliar per tahun.
“Ini sumur aktif. Fasilitas produksi sudah puluhan tahun dikuasai pihak yang tidak berhak. Kalau kita terlambat, ini bisa hilang total. Untungnya PHI sudah hands up dan menyerahkan kembali aset tersebut,”ucapnya.
Kejati Kaltim menangani kasus ini melalui sarana nonlitigasi Datun, dimulai dari pemeriksaan dokumen lama, penelusuran hak atas tanah, koordinasi dengan BPN, hingga penerbitan kembali sertifikat untuk negara. Sebagian sertifikat sudah kembali ke PHI dan sisanya dalam proses penyelesaian administrasi.
“Saya tegaskan, penyelamatan aset seperti ini jauh lebih murah daripada menunggu gugatan muncul. Begitu ada indikasi pelanggaran, kami langsung turun,” kata Supardi.
Capaian besar lainnya berada di bidang intelijen. Kejati Kaltim berhasil mengungkap dan menindak 41 sertifikat laut di Balikpapan yang dinilai tidak wajar dan berpotensi merugikan negara. Sertifikat tersebut muncul di empat kelurahan di Kecamatan Balikpapan Kota, mencakup kawasan dari sekitar pusat kota hingga mendekati wilayah pesisir yang tidak semestinya dapat disertifikasi sebagai tanah.
“Kami menemukan sertifikat laut yang bahkan sampai mencakup area di sekitar mall dan sepanjang kawasan pesisir Balikpapan. Ini tidak masuk akal. Semua sudah kami rekomendasikan untuk dibatalkan,”tegas Supardi.
Menurutnya, sejumlah sertifikat ada yang diterbitkan bertahun-tahun lalu, sebagian sudah diperpanjang, dan sebagian lain tengah diproses pembatalannya oleh BPN Kaltim setelah Kejati menyerahkan hasil operasi intelijen.
Supardi menilai bahwa keberadaan sertifikat laut ini sangat berbahaya bagi tata kelola wilayah pesisir dan potensi investasi.
“Kalau sertifikat laut dibiarkan, negara bisa kehilangan kendali atas wilayah perairannya. Potensi kerugiannya bisa ratusan miliar hingga triliunan karena pihak tertentu bisa mengklaim wilayah yang seharusnya milik negara,” tuturnya.
Ia menambahkan, salah satu masalah utama adalah ketidaksinkronan antara peta lama dan peta terbaru. Kondisi ini membuka peluang praktik mafia tanah yang mencoba memanfaatkan kekosongan data.
“Peta yang dipakai masih peta lama, bahkan ada yang era 80-an. Ini sangat rawan disalahgunakan,”ujarnya.
Supardi menegaskan bahwa dua capaian tersebut tidak hanya menjadi keberhasilan penindakan, tetapi juga bukti efektivitas strategi pencegahan yang kini diperkuat Kejati Kaltim.
Ia meminta seluruh organisasi perangkat daerah, termasuk BUMD dan BUMN yang beroperasi di Kaltim, untuk proaktif meminta pendampingan jika menemukan aset yang belum jelas statusnya.
“Jangan tunggu bermasalah dulu baru lapor. Kalau ada aset yang tidak lengkap dokumennya, segera minta pendampingan hukum,”kata Supardi.
Menurutnya, banyak instansi yang tidak memperbarui data aset hingga puluhan tahun, sehingga rawan disengketakan atau diambil alih pihak lain.
“Banyak aset yang tercecer karena administrasi lemah. Itu yang sedang kami benahi,”ujarnya.
Supardi menegaskan bahwa penyelamatan aset-aset PHI dan pembatalan sertifikat laut bukanlah akhir, melainkan awal dari agenda besar Kejati Kaltim memperbaiki tata kelola wilayah dan aset negara.
“Kami ingin memastikan setiap jengkal tanah dan setiap meter wilayah laut milik negara di Kaltim terlindungi. Ini bagian dari tugas Kejaksaan untuk menjaga perekonomian daerah,”tegasnya.
Ia menambahkan bahwa Kejati akan terus memantau potensi penyimpangan baru, terutama yang berkaitan dengan energi, migas, dan tata ruang pesisir.
“Kalau ada temuan baru soal sertifikat bodong atau penguasaan aset ilegal, laporkan. Kami siap bergerak,” pungkasnya.
Dengan dua capaian besar kasus ini, Kejati Kaltim meneguhkan posisinya sebagai benteng utama negara dalam menjaga aset strategis, sekaligus memastikan pembangunan di Kalimantan Timur berjalan di atas fondasi hukum yang kuat. (MAYANG/ARIE)













