Dana Desa masih terhambat pencairannya, terutama pada tahap II, itu dirasakan sejumlah daerah. Realisasi dana tersebut setiap daerah beragam, dari 80 hingga 90 persen.
Di saat banyak daerah menghadapi hambatan pencairan Dana Desa Tahap II akibat penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, Pemerintah Kabupaten Berau memastikan situasi penyaluran anggaran kampung di wilayahnya masih terkendali.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Berau, menilai dampak regulasi tersebut tidak terlalu signifikan terhadap pelayanan kampung.
Kepala DPMK Berau, Tenteram Rahayu, mengatakan total Dana Desa untuk Kabupaten Berau pada 2025 mencapai Rp 101 miliar. Hingga awal Desember, penyaluran anggaran telah melampaui 90 persen.
Sementara Alokasi Dana Kampung (ADK), yang menjadi sumber pembayaran berbagai insentif dan operasional kampung, telah tersalurkan sepenuhnya. “Progres pencairan dana desa itu sudah di atas 90 persen sedangkan untuk ADK sudah 100 persen,” ujar Tenteram kepada Nomorsatukaltim, 9 Desember 2025.
Ia menjelaskan bahwa perbedaan pola pembiayaan kampung di Berau membuat daerah ini tidak mengalami gangguan seperti sejumlah wilayah lain yang bergantung pada Dana Desa untuk membayar honor kader posyandu, kader PKK, maupun RT.
“Di Berau, honor-honor yang sifatnya insentif tidak menggunakan Dana Desa. Kami memakai ADK. Kalau daerah lain ada yang menggunakan Dana Desa untuk itu, makanya ada yang terdampak,” ujarnya.
Terkait solusi yang ditawarkan pemerintah pusat menyusul diterbitkannya PMK 81, Tenteram menyebut Berau mengikuti seluruh ketentuan yang ada. Kampung diperbolehkan menyesuaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBK) melalui SILPA, dana earmark yang belum digunakan, atau penyesuaian lain sesuai arahan kementerian.
“Solusinya sudah ada. Mau menyesuaikan dari SILPA boleh, dari dana ear-mark yang belum dicairkan juga boleh. Kita ikut pusat saja,” katanya.
Meski demikian, ia mengaku belum menerima informasi lengkap mengenai jumlah kampung yang akan melakukan perubahan APBK (Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung) menjelang akhir tahun. DPMK masih menunggu laporan dari pemerintah kampung.
“Saya belum dapat update berapa kampung yang mau mengubah APBK-nya di akhir tahun seperti ini,” ucapnya.
Selain PMK 81, Tenteram juga menyinggung PMK Nomor 49 Tahun 2025 yang membuka peluang Dana Desa dijadikan jaminan perbankan. Ia menyatakan daerah tidak dapat menolak kebijakan tersebut, sebab pelaksanaannya merupakan instruksi langsung dari pemerintah pusat.
“Ya, kami mengikuti saja. Bagaimana nanti terapannya, kita lihat petunjuk teknisnya. Daerah tidak mungkin tidak mengikuti pusat,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Tenteram juga membenarkan bahwa pencairan Tahap II masih belum diterima oleh beberapa kampung. Namun, ia tidak merinci jumlah maupun nama kampung yang terdampak.
“Untuk tahap dua memang masih ada beberapa yang belum cair. Saya tidak hapal kampung mana saja. Kami menunggu arahan pusat,” katanya.
Ia menambahkan, pihaknya saat ini masih menunggu perkembangan kebijakan setelah aksi besar para kepala desa di Jakarta. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan pemerintah pusat mengeluarkan aturan baru sebagai respons atas tuntutan yang disampaikan.
“Demo kemarin itu kan besar. Kita belum tahu apakah nanti ada aturan baru lagi pasca-aksi. Jadi tunggu saja,” katanya.
Dengan penyaluran Dana Desa yang telah mencapai lebih dari 90 persen dan seluruh insentif kampung ditopang oleh ADK, Tenteram memastikan mekanisme operasional pemerintahan kampung di Berau tetap berjalan sesuai ketentuan meski ada penyesuaian kebijakan dari pemerintah pusat.
KUTIM
Polemik Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 masih menjadi perhatian pemerintah desa di seluruh Indonesia, termasuk di Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Aturan tersebut berdampak pada pencairan Dana Desa (DD) tahap II, khususnya untuk kegiatan non-earmark yang akhirnya tertunda dan menimbulkan banyak pertanyaan di tingkat desa.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDes) Kutim melalui Kepala Bidang Pemerintahan Desa, Yudieth memastikan, bahwa pemerintah kabupaten telah melakukan pendataan dan koordinasi terkait desa mana saja yang terdampak langsung dari perubahan mekanisme penyaluran dana tersebut.
Menurutnya, tidak semua desa di Kutim terkena dampak. Hal ini dipengaruhi oleh waktu pengajuan permohonan penyaluran dana. Desa yang melakukan pengajuan lebih awal masih dapat menerima dana secara penuh sesuai alokasi sebelum regulasi baru tersebut diberlakukan.
Ia menyebutkan, dari total 139 desa di Kutim, sebagian besar masih dalam kategori aman karena sudah mengajukan penyaluran dana sebelum batas waktu yang ditetapkan.
“Yang 77 desa itu sudah pengajuan penyaluran sebelum September awal. Jadi mereka aman, masih menerima dana desa secara penuh,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa 9 Desember 2025.
Batas waktu yang dimaksud yakni pengajuan setelah 19 September 2025, di mana pemrosesan pencairan sudah melalui ketentuan baru, termasuk verifikasi tambahan yang melibatkan instansi seperti BPKP dan KPPN.
“Intinya sampai pengajuan di awal September, desa itu masih aman. Setelah itu baru terkena dampak PMK 81,” tambahnya.
Dampak paling signifikan terasa pada penyaluran non-earmark Dana Desa tahap II, terutama untuk desa yang terlambat mengajukan. Program yang sebelumnya berjalan normal kini tertunda, sehingga beberapa kegiatan di tingkat desa mengalami penyesuaian.
“Ada 62 desa yang terdampak tidak cairnya Dana Desa non-earmark di tahap dua,” tegas Yudieth.
Di sisi lain, ia menegaskan bahwa meskipun terdapat penundaan pada sebagian alokasi, penyaluran Dana Desa sepanjang tahun anggaran 2025 sebenarnya sudah berjalan cukup maksimal. Berdasarkan data terakhir per 8 Desember 2025, total dana desa yang telah tersalurkan mencapai Rp 128.541.117.478 atau 85,51 persen dari total pagu.
“Secara keseluruhan realisasi penyaluran Dana Desa di Kutai Timur sudah di angka 85,51 persen. Artinya pengelolaan masih berjalan dan tidak seluruhnya terhambat,” jelasnya menegaskan.
Lanjutnya, kegiatan yang termasuk dalam kategori earmark atau yang terlindungi dari pemotongan terdapat tujuh program prioritas. “Ada tujuh poin kegiatan earmark, pertama BLT, ketahanan pangan, kesehatan termasuk penanganan stunting, potensi desa, program iklim, teknologi informasi, dan padat karya,” ujarnya.
Sementara itu, kegiatan di luar 7 program tersebut otomatis dikategorikan sebagai non-earmark. Selama ini, pos tersebut digunakan desa untuk operasional, pembangunan fisik, hingga pembiayaan tenaga pendidik di desa.
“Biasanya non-earmark itu untuk pendidikan seperti guru PAUD, pembangunan fisik, infrastruktur, dan operasional pemerintah desa,” ungkapnya.
Namun, Yudieth memastikan bahwa pemerintah pusat telah menerbitkan solusi berupa regulasi pendukung. Pemerintah desa diminta menyesuaikan dokumen perencanaan agar kegiatan tetap dapat berjalan meski terjadi perubahan skema pembiayaan.
“Ada surat edaran terbaru sebagai solusi pembayaran. Ini surat edaran bersama antara Menteri Desa, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri,” ujar Yudieth.
Surat edaran tersebut berisi penjelasan teknis tindak lanjut PMK 81, termasuk mekanisme penyesuaian anggaran agar tidak menghambat pelayanan publik di desa.“SEB ini menjelaskan tindak lanjut PMK Nomor 81 tadi, sehingga desa punya dasar hukum yang jelas,” tutupnya.
KUKAR
Sebanyak 53 dari 193 desa di Kabupaten Kutai Kartanegara hingga kini belum menerima pencairan Dana Desa (DD) tahap II akibat proses administrasi yang terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar memastikan seluruh dokumen pencairan telah disiapkan dan tinggal menunggu realisasi dari pihak KPPN yang menangani dana tersebut.
Kepala DPMD Kukar, Arianto, menegaskan bahwa proses pencairan DD untuk desa-desa yang belum terlayani dipastikan tidak menghadapi kendala berarti, dan sesuai arahan pemerintah pusat, dana tersebut akan tetap dicairkan sehingga desa-desa bisa memanfaatkan DD untuk pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat.
“Sesuai arahan dari pemerintah pusat yang terakhir, dana desa tetap akan dicairkan. Untuk desa yang belum cair, dokumen pencairannya sudah lengkap, tinggal menunggu realisasi dari KPPN,” jelas Arianto, Selasa (9/12/2025).
Arianto kembali menegaskan bahwa DPMD terus memantau progres pencairan dan berkoordinasi dengan KPPN untuk memastikan seluruh Dana Desa tahap II dapat dicairkan tepat waktu. Pihaknya juga siap memberikan pendampingan teknis untuk memastikan dokumen dan pelaporan desa sesuai ketentuan pemerintah pusat.
Sementara itu, Kepala Desa Sanggulan, Fahruddin AR, menjelaskan dampak keterlambatan pencairan DD terhadap kegiatan pembangunan dan program pemberdayaan masyarakat di desanya.
“Di desa saya, DD tahap II sekitar Rp150 juta, rencananya digunakan untuk peningkatan SDM melalui pelatihan tata rias, juga pembangunan TK Al Komariah di Dusun Harapan Jaya. Pondasi dan tiang sudah terpasang, tinggal perlengkapan seperti dinding dan atap yang belum bisa dilanjutkan karena dana masih menunggu pencairan,” kata Fahruddin.
Ia menambahkan, pembangunan TK tersebut sebenarnya dijadwalkan selesai tahun ini atau paling lambat tahun depan, namun keterlambatan pencairan DD menyebabkan pekerjaan belum bisa difungsikan sepenuhnya. “
Kalau dananya sudah ada, kita bisa melanjutkan pembangunan dan fasilitas TK tersebut bisa digunakan masyarakat segera,” jelasnya.
Tak hanya Kades Sanggulan. Kepala Desa Muara Muntai Ilir, Arifadin Nur, menyampaikan harapannya terkait dana yang belum cair di desanya.
“Termasuk juga yang belum cair, harapan kami sama seperti desa lain. Semoga PMK Nomor 81 Tahun 2025 bisa dibatalkan sehingga pencairan DD dapat berjalan lancar,” ujar Arifadin.(azwini/sakiya/ari/arie)













