Featured

Headlines

Perda BUMD Masih ‘JADUL’

Regulasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kalimantan Timur (Kaltim), sudah tak relevan dengan kondisi saat ini. Tentunya akan berdampak pada banyak hal, sehingga direvisi.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) tengah menuntaskan pembahasan dua rancangan peraturan daerah (Raperda) penting yang mengatur perubahan bentuk badan hukum dua perusahaan daerah, yakni PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT) dan PT Penjamin Kredit Daerah (Jamkrida) Kaltim.

Kedua Raperda tersebut disusun sebagai tindak lanjut atas terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang mewajibkan perusahaan daerah menyesuaikan bentuk hukumnya menjadi perseroan daerah (Perseroda).

Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Kaltim, Iwan Darmawan, menjelaskan bahwa proses penyusunan Raperda perubahan bentuk kedua BUMD tersebut kini telah memasuki tahap akhir dan diharapkan segera rampung dalam waktu dekat.

“Hampir selesai, dua-duanya (MMPKT dan Jamkrida) masih dalam proses. Mudah-mudahan dalam minggu depan sudah bisa dijadikan kesepakatan,” ujar Iwan saat ditemui di Kantor DPRD Kaltim belum lama ini.

Selama ini, kedua perusahaan daerah tersebut masih beroperasi dengan dasar hukum lama, Perda Nomor 11 Tahun 2009 untuk MMPKT dan Perda Nomor 9 Tahun 2012 untuk Jamkrida. Regulasi tersebut diterbitkan lebih dari satu dekade lalu, ketika model pengelolaan BUMD masih terbatas pada pola tradisional dan belum mengatur secara tegas prinsip transparansi, efisiensi, serta profesionalisme yang kini dituntut oleh publik.

Perubahan kondisi ekonomi, perkembangan sektor energi, serta tuntutan akuntabilitas publik membuat kedua perda itu dinilai sudah tidak lagi relevan. Karena itu, Pemprov Kaltim menilai perlu adanya penyegaran aturan yang lebih menyesuaikan dengan praktik bisnis modern dan tata kelola korporasi yang sehat.

Untuk MMPKT, revisi Perda Nomor 11 Tahun 2009 diarahkan pada pembenahan struktur tata kelola dan penguatan profesionalisme manajemen, termasuk penerapan sistem pelaporan keuangan yang lebih transparan.

Selain itu, aspek lingkungan dalam kegiatan usaha migas akan ditegaskan kembali, mengingat tuntutan agar operasi migas di daerah memperhatikan prinsip keberlanjutan dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat sekitar.

Sementara untuk Jamkrida, perubahan perda difokuskan agar perusahaan tidak lagi terlalu dominan di sektor penjaminan kredit konsumtif, tetapi lebih diarahkan untuk menopang kredit produktif khususnya bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Melalui arah baru itu, pemerintah berharap Jamkrida dapat berperan lebih nyata dalam memperkuat ekosistem pembiayaan daerah yang berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Baca Juga:  Independensi Dipertanyakan

Selain penajaman arah bisnis, catatan penting dalam rancangan revisi ini juga menekankan pada penguatan mekanisme pengawasan, peningkatan transparansi, serta evaluasi operasional perusahaan secara berkala. Upaya tersebut diharapkan mampu mencegah inefisiensi dan memastikan bahwa setiap BUMD memiliki indikator kinerja yang jelas serta terukur.

“Konteksnya sekarang penyusunan perda perubahan menjadi Perseroda,” tegas Iwan.
Iwan menjelaskan bahwa penyesuaian status hukum kedua BUMD menjadi perseroan daerah (Perseroda) merupakan langkah strategis untuk memperkuat struktur kelembagaan, sekaligus memastikan perusahaan daerah beroperasi sesuai dengan ketentuan PP Nomor 54 Tahun 2017.

“PP itu mengatur secara rinci bentuk, struktur, dan mekanisme pengelolaan BUMD. Jadi memang harus disesuaikan agar tata kelolanya lebih kuat dan profesional,” sambungnya.
Menurut Iwan, perubahan status menjadi Perseroda diharapkan dapat memperluas ruang gerak bisnis MMPKT dan Jamkrida, termasuk membuka peluang kerja sama investasi yang lebih luas.

“Setelah bentuknya menjadi PT, BUMD kita bisa lebih adaptif terhadap pasar dan tidak terlalu bergantung pada dana pemerintah,”ujarnya.
Saat ini, tim penyusun Raperda masih menyempurnakan beberapa aspek teknis dari kedua rancangan tersebut. Meski belum bisa menyebut bagian mana yang masih dikaji, Iwan memastikan bahwa substansi utama sudah disepakati, baik oleh pemerintah provinsi maupun pihak-pihak terkait.

Ia menargetkan, kesepakatan final terhadap kedua Raperda bisa dicapai dalam waktu satu minggu ke depan, sebelum dilanjutkan ke tahapan pembahasan bersama DPRD Kaltim.
Selain itu, Iwan juga membahas soal kontribusi PT MMPKT terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dia menjelaskan bahwa setoran dividen dari BUMD baru dapat dihitung setelah laporan keuangan tahunan diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dan disetujui melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Terkait target dividen dari penyertaan modal sebelumnya, Iwan menegaskan bahwa hasilnya belum bisa dipastikan.

“Setiap penyertaan modal pasti ada rencana penggunaan dan rencana investasi. Tapi karena belum diserahkan atau diinvestasikan seluruhnya, ya hasilnya juga belum bisa diketahui,”jelasnya.
Iwan menekankan bahwa perubahan bentuk hukum BUMD menjadi Perseroda bukan sekadar formalitas administratif, melainkan bagian dari reformasi tata kelola perusahaan daerah. Tujuannya adalah menciptakan BUMD yang lebih sehat secara keuangan, profesional, serta memiliki kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah.

Baca Juga:  Alarm 44 Ribu Hektare

“Harapannya, setelah bentuknya menjadi PT, BUMD kita bisa lebih profesional, akuntabel, dan punya ruang lebih besar untuk berkembang. Mudah-mudahan segera selesai minggu depan (ranperda) itu,”ujar Iwan.
Ia menambahkan, pemerintah provinsi akan terus memperkuat sistem pengawasan dan transparansi laporan keuangan agar kinerja BUMD dapat terus dievaluasi secara berkala.

“Nantinya, PAD dari BUMD bisa meningkat seiring dengan perbaikan tata kelola dan manajemen yang lebih terbuka,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Komisi II DPRD Kaltim memastikan belum memberikan rekomendasi apapun terkait rencana penyertaan modal pemerintah daerah kepada sejumlah BUMD.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menegaskan bahwa pembahasan saat ini masih fokus pada rancangan perubahan Perda tentang BUMD, sesuai ketentuan PP Nomor 54 Tahun 2017.

“Masalah penyertaan modal itu nanti ada tahapannya. Di dalam penyertaan modal itu ada perda penyertaan modal. Artinya yang terdahulu itu mungkin bisa ataupun tidak nanti kan konsultasi,” ujar Sapto kamis, (13/11/2025).
Ia menjelaskan, setiap rencana penambahan modal kepada BUMD harus disertai rencana bisnis (business plan) yang jelas, termasuk proyeksi kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).

“Ketika kita mau kasih uang, maka dia harus mengusulkan rencana bisnisnya jelas. Untuk apa, dan berapa kira-kira bisa menambah PAD. Jadi harus rigid, enggak semudah itu,”kata Sapto.
Sapto menegaskan, Komisi II belum memberikan rekomendasi apapun terkait nilai atau bentuk penyertaan modal, termasuk kabar adanya rencana alokasi Rp50 miliar untuk tiga perusahaan daerah, yaitu PT Migas Mandiri Pratama (MMPKT), PT Bara Kaltim Sejahtera (BKS), dan PT Jamkrida Kaltim.

“Masalah penyertaan modal sampai saat ini Komisi II belum memberikan rekomendasi apa pun. Kita rampungkan dulu Raperda perubahan bentuk BUMD-nya. Kalau ini sudah rampung, baru bicara soal penyertaan modal,”tegasnya.

Ia menambahkan, mekanisme penyertaan modal daerah tidak dapat dilakukan tanpa payung hukum yang kuat. Karena itu, DPRD Kaltim mengutamakan penataan kelembagaan dan tata kelola BUMD agar sesuai ketentuan pusat.

“Kalau dasar hukumnya belum tuntas, kita tidak bisa asal setuju. Harus ada kejelasan arah, efektivitas, dan dampak ke PAD. Itu prinsipnya,”kata Sapto.
Pembahasan Raperda BUMD ini nantinya akan menjadi dasar hukum utama, sebelum pemerintah daerah dapat memberikan tambahan modal kepada perusahaan daerah mana pun. (Mayang/ARIE)

Leave Comment

Related Posts