Featured

Headlines

Ketat Soal Belanja Daerah

Efisiensi belanja daerah Kalimantan Timur (Kaltim), bakal dilakukan sehemat mungkin tahun 2026. Tentu banyak yang terdampak, terkecuali porsi untuk inftrastruktur.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) tengah bersiap menghadapi dampak pemangkasan transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat yang diperkirakan mencapai hampir Rp 5 triliun pada tahun anggaran 2026.

Kebijakan tersebut otomatis akan memengaruhi struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim, terutama di sisi belanja.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim, Yusliando, mengatakan bahwa Pemprov Kaltim saat ini tengah melakukan penyesuaian agar belanja daerah tetap terkendali dan efisien di tengah penurunan kemampuan fiskal.

“Untuk pemangkasan TKD kan sudah jelas, ya. Ada pemotongan kurang lebih hampir Rp5 triliun. Jadi kita akan menyesuaikan belanjanya,”ujar Yusliando saat ditemui di Samarinda, Senin (3/11/2025) malam.
Menurut dia, langkah efisiensi yang disiapkan pemerintah daerah akan diarahkan pada kegiatan yang dianggap tidak substansial, atau yang tidak berdampak langsung terhadap pelayanan publik.

“Otomatis belanja-belanja yang tidak substansial seperti perjalanan dinas, rapat-rapat, termasuk juga belanja penunjang, itu pasti akan dipotong. Kita nasionalisasikan agar penggunaan anggaran lebih efisien,” tegasnya.
Yusliando menyebut, kebijakan efisiensi ini juga menjadi bagian dari upaya penyesuaian agar seluruh perangkat daerah fokus pada kegiatan prioritas dan wajib, bukan pada aktivitas seremonial atau administrasi yang bisa ditunda.

Selain pemangkasan kegiatan rutin, pemerintah juga menyiapkan langkah evaluasi terhadap Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang selama ini menjadi salah satu pos besar dalam struktur belanja pegawai.

“TPP juga termasuk yang akan kami evaluasi. Karena dengan kondisi fiskal yang menurun, kita harus memastikan bahwa alokasi anggaran benar-benar produktif,” kata Yusliando.
Ia menegaskan, efisiensi bukan berarti pemangkasan dilakukan secara sembarangan. Pemprov Kaltim, kata dia, akan berhati-hati dalam menentukan pos-pos mana yang tetap harus dipertahankan agar pelayanan publik tetap berjalan optimal.

Baca Juga:  Sudahkah Objektif?

“Kita lihat mana yang sifatnya menunjang pelayanan dasar, mana yang masih bisa kita tunda. Prinsipnya, pengeluaran harus proporsional dengan kemampuan daerah,”ujarnya.
Meski menghadapi tekanan fiskal, Yusliando memastikan bahwa pembangunan infrastruktur tetap menjadi prioritas utama pemerintah provinsi. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sekurang-kurangnya 40 persen dari total belanja daerah harus dialokasikan untuk sektor infrastruktur.

“Walaupun APBD kita berkurang, alokasi untuk infrastruktur tetap mengikuti aturan, yakni 40 persen dari total APBD. Tapi secara kumulatif tentu nilainya juga menurun karena basis anggarannya lebih kecil,”jelasnya.
Sebagai ilustrasi, Yusliando mencontohkan, apabila pada tahun sebelumnya APBD Kaltim mencapai Rp20 triliun, maka dengan penurunan menjadi Rp15 triliun, nilai belanja infrastruktur juga akan menurun walaupun persentasenya tetap sama.

“Kalau tadinya 40 persen dari Rp20 triliun, sekarang 40 persen dari Rp15 triliun, otomatis nominalnya lebih kecil. Tapi porsi dan arah kebijakannya tetap sama,” ucapnya.
Yusliando menambahkan, pembangunan infrastruktur tetap difokuskan pada peningkatan akses dan pemerataan antarwilayah, terutama menuju daerah-daerah yang masih sulit dijangkau transportasi darat.

“Kita akan tetap memprioritaskan wilayah yang belum memiliki akses jalan, seperti ke Mahulu (Mahakam Ulu). Itu tetap menjadi prioritas, karena menyangkut konektivitas dan pelayanan masyarakat,” imbuhnya.
Meski menghadapi keterbatasan fiskal, sejumlah proyek prioritas daerah yang sudah masuk dalam rencana pembangunan jangka menengah tetap akan dilanjutkan.
Menurut Yusliando, pemerintah akan mengutamakan proyek-proyek yang memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

“Yang prioritas tetap kita jalankan. Tapi tentu kita akan lihat juga tingkat urgensinya. Kalau ada yang masih bisa ditunda, kita tunda dulu supaya ruang fiskal tetap sehat,”katanya.
Selain pembangunan jalan baru, Pemprov Kaltim juga tetap mengalokasikan anggaran untuk pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada, terutama jalan provinsi dan fasilitas publik yang vital bagi aktivitas ekonomi masyarakat.

Baca Juga:  Potensi Hukum Berlapis

“Pemeliharaan masih kita alokasikan, karena penting untuk menjaga kondisi jalan tetap baik. Kalau dibiarkan rusak, nanti biayanya lebih besar di masa depan,”ujarnya.
Di sisi lain, Yusliando menyampaikan bahwa Pemprov Kaltim bersama DPRD akan segera menetapkan APBD Perubahan 2025 dalam waktu dekat. Besaran anggarannya diperkirakan sekitar Rp20 triliun, meski angka pastinya masih menunggu konfirmasi dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

“Untuk yang perubahan 2025, rencananya besok kita ketuk. Besarannya sekitar Rp20 triliun, tapi pastinya nanti bisa ditanyakan langsung ke Kepala BPKAD,”katanya.
Adapun untuk APBD Murni 2026, pembahasannya saat ini masih berada di tahap awal. Pemprov bersama DPRD sedang menyusun prioritas program yang disesuaikan dengan proyeksi penurunan pendapatan daerah akibat pemangkasan TKD tersebut.

“Untuk yang 2026 masih dalam pembahasan awal, tapi paling lambat 30 November sudah harus diketuk sesuai aturan,”jelasnya.
Lebih lanjut, Yusliando menjelaskan bahwa dalam proses perencanaan dan penganggaran, Bappeda berperan pada penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan. Sedangkan teknis penganggaran, termasuk perubahan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), berada di ranah BPKAD.

“Kalau soal teknis penganggaran, nanti di BPKAD. Kami di Bappeda lebih pada sisi perencanaan dan arah kebijakan,” kata dia.
Yusliando menegaskan, koordinasi antara Bappeda, BPKAD, dan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) menjadi kunci untuk memastikan penyesuaian anggaran berjalan baik dan tidak mengganggu prioritas pembangunan.

“Kita harus kerja sama. Semua OPD harus menyesuaikan dengan arah perencanaan dan kondisi keuangan daerah,” pungkasnya.
Dengan kondisi ini, Pemangkasan TKD tahun 2026 menjadi ujian baru bagi kemandirian fiskal Benua Etam. Di tengah menurunnya pendapatan transfer pusat, Pemprov dituntut menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dan kesinambungan pembangunan strategis, terutama di sektor infrastruktur dan pelayanan dasar masyarakat. (Mayang/ARIE)

Leave Comment

Related Posts