Samarinda bakal bebas dari aktivitas tambang batu bara, khususnya di 2026. Apalagi sudah tak masuk rencana tata ruang. Mungkinkah itu terealisasi?
Pemerintah Kota Samarinda menegaskan, arah pembangunan wilayahnya kini sepenuhnya bebas dari aktivitas pertambangan. Tidak ada lagi zona tambang yang tercantum dalam rencana tata ruang baru kota tersebut.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun mengatakan, kebijakan bebas tambang telah menjadi bagian resmi dari tata ruang kota yang juga masuk dalam peta nasional. Dengan begitu, seluruh wilayah Samarinda diproyeksikan untuk kegiatan non-tambang, seperti jasa, perdagangan, dan permukiman berkelanjutan.
“Jadi gini, yang dimaksud bebas tambang itu adalah rencana tata ruang kita yang sudah disetujui Presiden dan sudah menjadi satu peta Indonesia. Tidak ada lagi ruang di dalam zona tata ruang kita wilayah pertambangan,”ujar Andi saat diwawancarai baru-baru ini.
Kebijakan tersebut telah dituangkan secara formal dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang diatur melalui Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2023. Dokumen itu menjadi dasar hukum yang menghapus seluruh kawasan pertambangan dari peta ruang Samarinda.
Andi menjelaskan, kondisi yang akan terjadi pada 2026 adalah berakhirnya sejumlah izin tambang yang masih berjalan hingga kini.
“Nah, masalahnya nanti atau keadaan yang bisa terjadi, ada tambang yang eksis sekarang berjalan di Samarinda. Itu dia harus perpanjang izinnya pada tahun 2026,”ujarnya.
Menurutnya, jika permohonan perpanjangan izin tersebut diajukan ke pemerintah pusat, maka harus diproses berdasarkan ketentuan RTRW yang berlaku. “Seharusnya kalau permohonan itu sampai ke pusat, kan diproses berdasarkan rencana tata ruang wilayah. Harusnya tidak bisa diperpanjang,” terang dia.
Ia menegaskan, kewenangan perizinan saat ini bukan lagi berada di tingkat pemerintah kota, melainkan di pemerintah provinsi dan kementerian terkait.
“Wilayahnya bukan di pemerintah kota lagi karena izin dikeluarkan oleh pusat. Tapi instrumen dokumennya, rencananya kita sudah bikin. RTRW kita enggak ada lagi zona wilayah pertambangan di seluruh kota Samarinda,” kata AH sapaan akrabnya.
Ia juga menyinggung soal perusahaan perusahaan yang akan memperpanjang izin operasi menjelang akhir tahun ini.
“Bagaimana dengan perusahaan-perusahaan yang mulai akhir bulan menjelang akhir tahun memperpanjang kontensinya, izin di umumnya, itu bukan wilayah kami karena kewenangan perizinan bukan di pemerintah kota. Nanti ada rekomendasi dari pemerintah provinsi, ada perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM,” ucap AH.
AH menambahkan, dalam proses perizinan tambang juga terdapat aspek lingkungan yang menjadi kewenangan lembaga lain. “Nah, itu bukan di wilayah kami lagi nanti. Ada di wilayahnya lingkungan hidup. Kan butuh AMDAL, apa segala macam,” katanya.
Ia menegaskan kembali, bahwa Pemerintah Kota Samarinda telah menunaikan seluruh tanggung jawabnya melalui kebijakan tata ruang yang tegas.
“Kalau kami sudah penuhi kewajiban kami bahwa tata ruang wilayah di Kota Samarinda tidak ada satu lagi jengkal yang masuk dalam ruang zona tambang. Tapi kan kewenangan perizinan bukan di kami. Jadi ini bukan wilayahnya pemerintah kota lagi, tapi wilayah penegakan hukum administrasinya berada pada yang memberi izin,” beber AH.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, proses perpanjangan izin nantinya akan melalui mekanisme berjenjang. “Nanti proses perpanjangannya minta izin rekomendasi dari provinsi sampai nanti perizinannya diproses di pusat,” tuturnya.
“Ya mudah-mudahan, kalau seharusnya menurut aturan hukum karena tidak ada lagi zona tambang di tata ruang wilayah kita, harusnya sudah tidak diproses lagi,”tambah AH.
Langkah penetapan Samarinda sebagai wilayah bebas tambang, Kata AH, menjadi bagian dari transformasi ekonomi daerah, dari ketergantungan terhadap batu bara menuju pembangunan berbasis ekonomi hijau. Pemerintah kota menilai arah baru ini penting demi menjaga keseimbangan lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup warga di masa depan.
Dengan kebijakan ini, Samarinda diharapkan mampu menata ulang ruang kota agar lebih ramah lingkungan dan adaptif terhadap perkembangan Ibu Kota Nusantara (IKN), sekaligus memperkuat posisi sebagai pusat kegiatan ekonomi non-tambang di Kalimantan Timur. (MAYANG SARI/ARIE)













